HIDUP tidak selamanya berjalan dengan mulus, lancar, tanpa hambatan. Dalam
hidup selalu ada riak dan gelombang, naik dan turun, senang dan susah. Salah
satu penyebabnya, tidak ada orang yang dapat menjalani hidup ini secara
mandiri. Setiap orang — sadar atau tidak, langsung atau tidak — tergantung
dengan orang lain.
Dalam hubungan dengan orang lain inilah banyak ketidaknyamaan yang terjadi.
Perbuatan kita — terutama dari ucapan dan badan — belum tentu menyenangkan
semua orang. Demikian pula sebaliknya, tidak semua tindakan dan ucapan orang
lain menyenangkan hati kita. Kondisi inilah yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan kesal, kecewa, marah, benci, iri, dendam, dan segala pikiran
negatif lainnya.
Setahun sekali, di hari yang penuh kemenangan, kawan-kawan muslim saling
mengucapkan “maaf lahir dan batin” atas kesalahan yang sudah diperbuat.
Tindakan ini seharusnya bukan oleh Semua orang dalam kehidupan ini, bukan
hanya di hari tertentu namun — kalau bisa — dilakukan setiap hari. Setiap
hari kita memaafkan kesalahan orang lain, baik secara fisik maupun secara
batin.
Memaafkan kesalahan orang secara lahir sangat mudah dilakukan oleh anak-anak.
Lihatlah anak-anak kita. Mereka ribut, bertengkar, memperebutkan mainan, dan
sebagainya. Semuanya berjalan hanya beberapa menit atau jam. Sesaat kemudian,
kita melihat perubahan yang terjadi. Mereka bisa akur, bermain bersama,
bercanda, tertawa lepas tanpa beban.
Bagi orang dewasa, waktu yang dibu tuhkan lebih beragam. Ada yang butuh waktu
beberapa menit, sebuah pertengkaran akan berakhir dengan gelak tawa. Ada yang
butuh waktu beberapa jam, beberapa hari, beberapa minggu, dan berbulan-bulan.
Bahkan ada orang-orang yang menyimpan setiap peristiwa buruk dalam hidupnya
selama bertahun tahun. “Tiada maaf bagimu,” demikian ungkapan yang sering
kita dengar.
Bagaimana dengan memaafkan secara batin? Ini masalah terbesar dalam hidup.
Pikiran negatif atau emosi negatif akan menimbulkan berbagai gangguan
kesehatan dan penderitaan dalam kehidupan ini. Hidup menjadi tidak bahagia,
penuh dengan tekanan. Hidup diwarnai dengan perasaan curiga, irihati dengan
orang lain, kemarahan kepada kondisi-kondisi yang tidak sesuai dengan harapan.
Hidup Anda akan terasa panas, penuh dengan duri, penuh dengan masalah.
Satu-satunya cara untuk memaafkan secara batin adalah dengan melatih
mengembangkan cinta kasih. Buddha bersabda bahwa kebencian tidak akan
berakhir bila dibalas dengan kebencian. Kebencian akan berakhir bila dibalas
dengan cinta kasih. Karena itu, setiap orang perlu mengembangkan cinta kasih
(metta) kepada semua orang tanpa membeda-bedakan status yang ada, kepada
semua makhluk yang ada di alam semesta ini, dan kepada semua kehidupan.
Hampir semua orang mengetahui bahwa hidup harus dilalui dengan cinta kasih,
kasili sayang, peduli dengan orang lain, saling membantu, dan sikap baik
lamnya. Di kota-kota, semua orang seakan-akan hidup sendiri-sendiri. Semua
orang sibuk dengan dirinya sendiri tanpa ada perasaan peduli dengan
lingkungan sekitar. Mereka tidak kenal dengan tetangganya. Apalagi di zaman
sekarang, kita lebih mudah melihat orang yang sibuk dengan telepon genggamnya
daripada orang sekitarnya; termasuk dengan pasangannya.
Cinta kasih harus dilatih. Dan Semakin banyak orang yang tidak melatihnya.
Buddha mengajarkan meditasi cinta kasih; mengharapkan orang lain berbahagia,
bebas dari segala penderitaan jasmani, bebas dari segala penderitaan batin,
semoga semua orang dapat mempertahankan kebahagiaan yang telah diperolehnya.
Cinta kasih dilatih untuk diri sendiri, untuk makhluk lain, ditujukan ke
sepuluh arah.
Latihan ini tidak bisa hanya dilaku kan sekali atau beberapa kali. Cinta
kasih dilatih dan dikembangkan sebanyak mungkin, sesering mungkin,
diulang-ulang hingga cinta kasih di dalam batin menjadi kuat. Orang-orang
yang memiliki cinta kasih yang kuat akan dapat memaafkan kesalahan orang
lain, termasuk musuh-musuhnya, dengan perasaan tanpa beban.
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dia sudah memaafkan kesalahan orang
lain, saya akan memintanya untuk memikirkan orang yang dimaksud dan rasakan
di dalam dada. Apakah ada perasaan yang tidak menyenangkan atau emosi negatif
yang muncul? Kalau masih ada, hanya ada maaf di bibir, tidak sampai didalam
bath. Bagaimana menurutAnda?
Sumber : Bali Post - Minggu Umanis, 5 Oktober 2008 (Dhana Putra).
|